Webinar
Kajian Feminisme dengan tema “Memaknai Hari Ibu, Meluruskan Paham Feminisme di
Masyarakat” digelar oleh Yayasan SriGading Indonesia (SGI) pada tanggal 20
Desember 2020.
Tujuan
dari kajian ini dimaksudkan untuk menggali dan mengkaji sejauh mana feminisme
berkembang di masyarakat sehingga perempuan tidak terjebak dalam kubangan
pemahaman gerakan yang berawal dari pandangan yang salah tentang sosok
perempuan atau kesetaraan perempuan dengan laki-laki.
Seiring
dengan tujuan tersebut maka SGI berusaha menghadirkan narasumber kompeten yang
selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yakni: Ibu Sri Rahayu Purwitaningsih,
B.Sc, beliau adalah aktifis Ketahanan Keluarga, Ibu Retno Wijayanti, M.Si,
beliau Ketua Gugus Tugas Media Penggiat Keluarga-GiGa Indonesia serta Ibu Dr.
Anis Byarwati, beliau aktifis penulis tentang dunia perempuan dan keluarga.
Webinar dipandu oleh Moderator Ibu Nurwidiana SKM, MPH Ketua Yayasan PERAK
(Perempuan, Anak dan Keluarga).
Mengawali
Webinar, Ketua Yayasan SGI Ibu Hariyah, M.Hum memberikan sambutan, beliau
menyampaikan webinar SGI kali ini adalah untuk memperingati moment Hari Ibu dengan menghadirkan 3
narasumber kompeten untuk membedah
bagaimana feminisme, kesetaraan gender dan hal-hal yang berhubungan dengan
perempuan. Sambutan kedua disampaikan oleh Ibu Ismawati, S.Pd selaku pembina
Yayasan SriGading Indonesia, beliau menyampaikan Webinar Kajian Feminisme ini
adalah kegiatan keempat selama masa pandemi. Beliau melanjutkan apa dan
bagaimana kiprah Yayasan SriGading Indonesia dan sejarah berdirinya yayasan
ini.
Ibu
April Tri Rahayu, S.Pd sebagai MC acara kajian ini kemudian mempersilahkan moderator
untuk memandu acara Webinar. Mengawali acara inti kajian moderator Ibu
Nurwidiana menyampaikan hasil research
kecil yang dilakukan oleh SGI berupa jajak pendapat peserta webinar sebelum
peserta mengikuti acara. Hasil jajak pendapat tersebut menjadi pijakan
pemahaman awal peserta tentang feminisme, adalah sebagai berikut:
Berangkat
dari jajak pendapat ini maka kajian ini tidak hanya membahas bagaimana peran
perempuan saja tetapi lebih menekankan kepada pemahaman feminisme dan peran perempuan
di dalamnya.
Narasumber
pertama Kajian ini adalah Ibu Sri Rahayu Purwitaningsih, B.Sc, beliau saat ini
mengampu sebagai Anggota Dewan Penasehat International
Family Institute, Union of Non Government Organisation of Islamic Word,
Istambul dan Sekretaris Komisi Ketahanan Keluarga, Majelis Pertimbangan Pusat.
Pada kajian ini beliau menyampaikan materi tentang “Membangun Perspektif Kritis
Terhadap Pemikian dan Gerakan Terkait Perempuan”.
Dalam
paparannya beliau menyampaikan bahwa kerangka kita membangun sumber daya
manusia/human development pijakannya
adalah Pancasila dan UUD 1945. Dimana
prasyarat pembentukan human development
ini adalah keluarga berkualitas. Yang dirumuskan dalam Pasal 28B UUD1945, UU
Perkawinan No.1 tahun 1974 dan UU no. 52 Tahun 2009 pasal 47 dan 48. Ini adalah
landasan kita bergerak dalam membangun bangsa ini. Persoalnanya adalah di dunia
ini terdapat persaingan-persaingan ideologi, dimana kadang-kadang dilakukan
dengan adanya konspirasi. Diantaranya adalah menyerang perempuan dan keluarga,
dengan bentuk invasi yang menyebabkan disintegrasi individu, disintegrasi keluarga
sehingga keluarga tidak lagi menjadi kekuatan strategis bangsa dan bangsa
kehilangan pondasinya, invasi juga menyebabkan disinegrasi bangsa/umat. Outcome dari disintegrasi tersebut
adalah dehumanisasi. Dehumanisasi menyebabkan degradasi keluhuran kemanusiaan
oleh karena itu mengapa kita perlu wawasan kritis terhadap berbagai pemikiran,
termasuk di dalamnya adalah feminisme.
Feminisme
lahir atau berasal dari konflik internal peradaban Barat antara perempuan dan
laki-laki yang dikembangkan sebagai sebuah gerakan ideologi yang menjadikan
perempuan sebagai kekuatan dominan dunia dan digaungkan secara global. Di
peradaban Barat perempuan dianggap hanya sebagai properti suami dan tidak
setara dengan laki-laki. Zaman Rennaisance
dimana peradaban Barat bertemu dengan Islam posisi perempuan tidak banyak
berubah, karena peradaban Barat hanya mengambil Islam pada kulit-kulitnya saja,
nilai-nilai dan filosofi yang dibawa oleh Islam tidak diambil.
Demikian juga pada saat hukum perdata Napoleon yang diundangkan pada tahun 1804
di seluruh Eropa posisi perempuan di Barat tetap tidak berubah. Kemudian
terjadi pembingkaian teoritik yang melahirkan isme. Pembingkaian ini dilakukan
oleh tokoh-tokoh feminisme.
Dinamikanya
kemudian perempuan Barat menuntut hak pilih atau dikenal dengan istilah woman suffrage. Dimana kemudian pada
tahun 1920 perempuan di US baru mendapat hak pilih dan di UK baru tahun 1928.
Dibandingkan dengan yang terjadi di Nusantara seorang perempuan Ratu Nihrasiyah
Rawangsa Khadiyu menjadi pemimpin Kerajaan Islam Samudra Pase pada tahun
1400–1428, Nyi Ageng Pinatih menjadi Syahbandar (Pejabat di Pelabuhan) di
Gresik pada tahun 1424 dan adapula Ratu Kalinyamat pada tahun 1549-1579 menjadi
panglima perang di Jepara. Di sini dapat dilihat bahwa Masyarakat Islam
Nusantara lebih beradab dan maju jika dibandingkan dengan peradaban Barat.
Di
akhir paparannya beliau menyampaikan bahwa feminisme tidak sesuai dengan Pancasila
dan seluruh nilainya dan feminisme tidak akan pernah bertemu dengan konsep
keluarga karena keluarga berakar pada teori fungsional struktural sedangkan
feminisme berakar pada teori konflik yang mengarah pada kehidupan bebas nilai
dan individualistik. Demikian juga feminisme tidak sesuai dengan nilai-nilai
Islam, tidak ada feminisme dalam Islam. Karena Islam adalah wahyu Ilahi sedang
feminisme adalah konsep pemikiran manusia, titik tolak amal dalam islam adalah
ibadah sedang feminisme titik tolaknya adalah eksistensi dan kebebasan pribadi dan
yang terakhir penyelesaian masalah perempuan dalam Islam berbasis pada
ketahanan keluarga dan nilai syariah sedang feminisme menonjolkan hak-hak
perempuan serta mengabaikan institusi keluarga.
Lanjut
pada paparan Narasumber kedua Ibu Retno Wijayanti, M.Si beliau adalah Ketua
Gugus Tugas Media Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia. Dalam paparan beliau
menyampaikan bahwa Feminisme berbeda dengan pemberdayaan perempuan. Feminisme
menuntut kebebasan sedangkan pemberdayaan adalah meningkatkan potensi diri
untuk berkarya, tidak menuntut adanya kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Selanjutnya Ibu Retno lebih menekankan pada bahaya-bahaya pemahaman
kesetaraan gender yang digaungkan oleh paham feminisme. Diantaranya adalah tidak
adanya keragaman atau perbedaan esensial antara laki-laki dan perempuan,
kesamaan posisi dan kondisi antara perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan
kesempatan mengakses, mengkontrol, berpartisipasi dan memperoleh manfaat
pembangunan di semua bidang pembangunan serta tidak mengakui perbedaan kelamin
secara biologis karena akan berdampak adanya pekerjaan-pekerjaan ber-stereotype gender, menghambat peran
publik perempuan. Beliau juga menyampaikan paham kesetaraan gender yang
digaungkan di banyak negara, salah satunya adalah di Swedia/Skandinavia
sehingga tejadi rendahnya angka perkawinan, tingginya angka kumpul kebo,
tingginya angka perpecahan keluarga, tingginya anak yang dilahirkan tanpa
ikatan perkawinan, tingginya single
parent dan tingginya angka perempuan bekerja.
Di
Swedia setelah 30 tahun eksperimen sosial meresktrukturisasi keluarga,
kesetaraan gender ini tidak tercapai. Tujuh dari 10 wanita (7/10) menginginkan
lebih banyak waktu dengan anak, lebih dari setengah ibu-ibu percaya bahwa
banyak perempuan yang menginginkan menjadi ibu rumah tangga jika itu
memungkinkan. Tetapi mengapa kemudian sulit berubah? Karena kebijakan yang
ditetapkan sudah mengarah kepada kesetaraan sehingga sulit dirubah. Disinilah
menjadi pelajaran bahwa kehati-hatian dalam menentukan kebijakan karena sekali
ditetapkan sulit untuk didiskusikan dengan proses demokratis.
Narasumber
ketiga Ibu Dr. Anis Byarwati, beliau adalah Dosen Pasca Sarjana Universitas
Yarsi sekaligus penulis tentang dunia perempuan dan keluarga. Beliau memulai
dengan menyampaikan ayat Al Qur’an QS Al-Hujurat ayat 13, ayat ini menjadi
dasar cara pandang kita tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan dan
merupakan pondasi terkuat. Judul makalah beliau adalah “Membangun Ketahanan
Keluarga Indonesia, Tanggung Jawab Siapa?” Beliau menegaskan bahwa keluarga
adalah pilar peradaban. Keluarga memiliki peran yang sangat strategis dan
menjadi faktor penentu dalam membangun masyarakat peradaban, keluarga adalah
batu bata penyusun peradaban, keluarga adalah sel yang menyusun jaringan tubuh
masyarakat. Kemudian ketahanan sebuah keluarga itu tanggung jawab siapa? Yang
pertama adalah tanggung jawab keluarga itu sendiri, kedua tanggung jawab
masyarakat. Masyarakat bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang baik. Dan
yang ketiga adalah tanggung jawab negara dengan menegakkan Undang-undang dan
aturan-aturan, mengawasi media sehingga media memberikan contoh yang baik serta
negara mengkaji pendidikan yang baik di setiap jenjangnya.
Di
akhir paparannya beliau menyampaikan bahwa sebagai warga negara perempuan pun
punya andil di masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung perempuan berperan di masyarakat melalui bidang-bidang keahliannya
seperti: bidang ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, budaya, kesehatan dan
lain-lain. Peran secara tidak langsung melalui peran perempuan sebagai hamba
Allah, istri dan ibu bagi anak-anaknya.
Materi
yang disampaikan oleh ketiga pembicara menghasilkan pemahaman kepada hampir 800
peserta webinar baik yang ikut melalui zoom
meeting maupun channel youtube. Berikut
adalah hasil yang bisa dirangkum dari tanggapan dan pertanyaan peserta:
Respon peserta setelah mengikuti Kajian
Feminisme |
|
1 |
Sebagian peserta
menyampaikan bahwa materi yang disampaikan narasumber memberikan pencerahan
tentang feminisime, bahwa feminisme itu berbahaya |
2 |
Memberikan pemahaman
yang tadinya tidak tau tentang feminisme menjadi tahu |
3 |
Memberikan pemahaman
tentang ketahanan keluarga |
4 |
Memberikan pemahaman
bahwa tidak ada feminisme dalam Islam |
5 |
Memberikan pemahaman
feminisme berbeda dengan pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan potensi
diri. |
Demikian reportase
Webinar Kajian Feminisme. SGI akan kembali menghadirkan webinar atau seminar
selanjutnya, simak updatenya di website SGI www.srigadingindonesia.com, instagram:
@ig.srigading dan facebook: Srigading Sri Gading.
Sri Gading
Indonesia, Belajar, Bekerja, Berkarya.
Report by: drh.
Puji Hartini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar